Tahapan Sejarah Budaya Tulang Bawang

Sejarah budaya masyarakat Lampung dan perkembangannya telah melalui beberapa tahapan. Dimulai sejak dari masa prasejarah, klasik, hingga masa sekarang sebagaimana yang umum terjadi. Babakan sejarah budaya masa klasik menunjuk suatu babakan di mana budaya masyarakat Indonesia mendapat pengaruh budaya India, terutama agama Hindu-Budha. Secara umum, masa klasik berlangsung setelah masa prasejarah.
Semasa Lampung klasik, hampir tidak ditemukan adanya pusat kekuasaan yang identik dengan pusat peradaban. Beberapa sumber yang ada hanya sedikit sekali dapat mengungkap pusat budaya klasik di Lampung. Kerajaan Tulang Bawang meski sempat berjaya, akan tetapi bukti-bukti fisik pusat kerajaan serta peninggalannya belum gamblang ditemukan.
Kerajaan Tulang Bawang, tidak seperti beberapa kerajaan lainnya di Pulau Jawa yang meninggalkan candi, batu bertulis, profil raja-raja dan tahun memerintah hingga akhir kekuasaannya maupun peninggalan lain yang menguatkan akan keberadaan kerajaan. Sebagian besar sumber sejarahnya, berupa riwayat turun temurun dan tak tersurat. Inilah yang menyebabkan berbagai kesukaran menggali kerajaan itu dalam memberikan penemuan yang sebenarnya. Bukan hanya cerita tutur atau berupa pendapat-pendapat yang justru mengaburkan kebenaran itu sendiri.   
Sumber lain yang menyinggung keberadaan Lampung tercatat dalam Nagarakrtagama dan Amanat Galunggung. Prapanca pada Pupuh XIII dan XIV menyebut daerah-daerah Melayu yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Daerah-daerah itu adalah Jambi, Palembang, Toba, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandailing, Tamihang, Parlak, Padang Lawas, Samudra, Lamuri, Batan, Lampung dan Barus.
Menurut pemberitaan dalam Nagarakrtagama, Lampung termasuk wilayah Kerajaan Melayu. Sumber sejarah lebih muda yang menyebut Lampung adalah Amanat Galunggung. Naskah ini terdiri 6 lembar atau 13 halaman, ditulis dengan menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Isi naskah berupa ajaran hidup yang diwujudkan dalam bentuk nasehat-nasehat. Dalam hal ini nasehat Rakeyan Darmasiksa (1175–1297) kepada putranya Sang Lumahing Taman, beserta cucu, cicit dan keturunannya.
Pada Pupuh II (4) disebutkan … jaga dapetna pretapa dapetna pegengeun sakti, beunangna (ku) Sunda, Jawa, Lapung, … (… waspadalah kemungkinan direbutnya kemuliaan dan pegangan kesaktian oleh Sunda, Jawa, Lampung…). Selanjutnya pada pupuh III (3) disebutkan …jaga beunangna kabuyutan ku Jawa, ku Baluk, ku Cina, ku Lapung, ku sakalih… (…cegahlah terkuasainya kabuyutan oleh Jawa, oleh Baluk, oleh Lampung, oleh yang lainnya…).

Kedua sumber sejarah tersebut menggambarkan, bila masa Kerajaan Majapahit abad ke 13–15 Masehi hingga Kerajaan Sunda abad ke 10–16 Masehi, masyarakat Lampung sudah berinteraksi dengan kerajaan-kerajaan yang sudah mendapat pengaruh budaya India. Artinya, ketika itu penduduk Lampung sudah menjalin hubungan dengan masyarakat luar. (institut_tulangbawangologi/Akhmad Sadad)  

Comments